Rabu, 16 Mei 2012

KESALEHAN DAN KAFA’AH DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN (Sebuah Telah Hermeneutik dalam Pendidikan Islam) Bagian I

Setiap orang tua mendambakan anak saleh, ada yang berdoa  seperti nabi Ibrahim sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qu’an surat Ash Shaffaat ayat 100 “Robbi hablii minashaalikhiin.”  Dalam Surat al-‘Ashr juga disebutkan bahwa manusia yang tidak termasuk katagori dalam kerugian adalah manusia yang beriman dan mengerjakan amal saleh.  Namun kesalehan yang menjadi perilaku utama yang mestinya dicapai oleh setiapa muslim tidak tertuang secara ekplisit  dalam praktik pendidikan Islam. Saat ini lembaga Pendidikan Islam formal sebagian mengikuti kurkulumnya standar yang ditapkan pemerintah yaitu kurikulum kafa’ah. Kafa’ah yang menjadi basis kurikulum saat ini menjadi pilihan yang dianggap dapat memuat seluruh aspek kehidupan.
Sementara itu, harapan dan keinginan masyarakat terhadap pendidikan sangat bervariasi. Satu sisi varian itu dapat memberikan penguatan proses pendidikan namun sisi yang lain dapat melemahkan. Bila arah yang diharapkan sudah dipahami maka pemahaman terhadap tujuan pendidikan ini akan memacu percepatan pencapaaianya. Secara umum masyarakat lebih memahami kesalehan dari pada kafa’ah sebagai arah yang dituju dalam kehidupan. Namun dalam pendidikan keduanya mengandung makna spesifik yang dapat saling melengkapi, oleh karena itu tidak perlu menjauhkan antara keduanya. Ketiadaan  aspek kesalehan secara ekplisit dalam kurikulum pendidikan Islam mempersempit ruang gerak praktisi pendidikan Islam dalam menyusun rancangan yang rigid termasuk dalam penyusunan intrumen penilaianya.  Disamping itu kita tidak dapat memungkiri bahwa peserta didik dan pendidik masih suka menentukan pilihan dekat, pendek dan praktis. Bila kesalehan itu sudah sengaja disediakan secara nyata sebagai pilihan akan dapat merangsang munculnya harapan dan upaya menjadi saleh.
Tanpa mempedulikan mana yang lebih tepat kesalehan atau kafa’ah, keberhasilan pendidikan pasti akan diukur. Penggunaan instrument dan cara pendang yang berbeda dalam melakukan pengukuran semakin menjauhkan keduanya. Di balik itu, spesifikasi yang termuat di dalamnya menyiratkan untuk saling melengkapi namun kesalahan mendasar pengukuran hasil belajar telah menjerumuskan persepsi masyarakat sehingga kesalehan terlupakan sebagaimana hilangnya kepentingan akhirat pada orang yang “khubud dunya.”
Berangkat dari keterangan di atas, permasalahan yang dirumuskan adalah (1) apa hakikat makna kesalehan dan kafa’ah dalam konteks pendidikan Islam?, (2) mengapa kesalehan dan kafa’ah perlu dipadukan dalam konteks pendidikan Islam?
Dengan dijawabnya dua permasalahan di atas, diharapkan dapat (1) menjelaskan pentingya makna kesalehan dan kafa’ah dalam konteks pendidikan Islam, (2) menjelaskan perlunya keterpaduan makna kesalehan dan kafa’ah sebagai representasi keperluan akhirat dan dunia.
- bersambung -
Oleh : Drs. MUSOFA, MPd - Kepala Bidang Pendidikan SMP Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonosobo